Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya
berkolaborasi dengan Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Surabaya
dalam menggelar seminar bertema ‘Local Wisdom and Sustainable Development:
Integrating Cultural Aspects into Research and Community Engagement’.
Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Graha Widya lantai dua ini menghadirkan
narasumber internasional berkompeten dari Vrije Universiteit, Amsterdam,
Belanda – Wendelien Tuijp, (24/6/2025).
Dekan FIB Untag Surabaya – Mateus Rudi Supsiadji, S.S., M.Pd menyambut
baik narasumber pada seminar ini di Kampus Merah Putih Untag Surabaya. “Selamat
datang di kampus merah putih Untag Surabaya Miss Wendelien, semoga ilmu yang
dibagikan akan memiliki dampak dan bermanfaat bagi para peserta,” ucapnya
Tidak hanya menyambut para peserta dengan antusias,
Rudi, sapaan akrabnya, juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif mahasiswa
dalam seluruh rangkaian kegiatan. Rudi menilai bahwa partisipasi aktif tidak
hanya akan memperkaya pemahaman peserta, tetapi juga menjadi bagian penting
dalam membangun budaya dialog dan kemampuan berpikir kritis. “Saya
mengimbau seluruh peserta untuk menyimak dengan saksama setiap sesi yang
disampaikan serta berpartisipasi aktif dalam sesi diskusi yang akan berlangsung,” tuturnya di hadapan para
mahasiswa yang hadir.
Sebagai satu-satunya narasumber pada seminar ini,
Dosen dari Vrije Universiteit, Amsterdam, Belanda – Wendelien Tuijp
mengungkapkan latar belakangnya dalam bidang intercultural communication
dan sustainability development. “Saya telah bekerja di Vrije
Universiteit selama 23 tahun. Merupakan sebuah keberuntungan bagi saya bisa
bertemu dan bekerja sama dengan rekan-rekan yang luar biasa di sana. Saya
ditempatkan di Department of Sustainability Land Management,” ungkapnya.
Dalam sesi diskusi, Tuijp menyoroti keunikan Indonesia
yang kaya akan keberagaman budaya sekaligus menyampaikan kekagumannya terhadap
pluralitas yang dimiliki bangsa ini, sembari mengingatkan bahwa keberagaman
tersebut bukan tanpa tantangan. “Keberagaman
ini memang bisa menjadi tantangan, namun selama kalian saling menghormati satu
sama lain, maka hal tersebut justru dapat memperkaya pengalaman,” ujarnya. Tuijp juga menegaskan
bahwa dalam konteks masyarakat yang kompleks, tidak ada solusi tunggal yang
dapat diterapkan secara universal. “Tidak ada yang namanya solusi
instan atau 'silver bullet solution' untuk menghadapi kompleksitas semacam ini,” tambahnya.
Sebagai penutup, Tuijp menekankan pentingnya perubahan
pola pikir di tengah masyarakat modern. Menurutnya, di era yang penuh dinamika
seperti saat ini, diperlukan cara pandang yang lebih terbuka terhadap perbedaan.
“Di era modern society pada saat ini, masyarakat
perlu berpikir lebih luas dan beragam, sehingga keberagaman yang ada tidak
mengganggu kebersamaan dalam membangun kearifan lokal yang berkelanjutan,”
pungkasnya. (vs)